Langsung ke konten utama

Apa Itu Apologetika Kristen?

Pengertian apologetika

Apologetika berasal dari kata apologia (απωλογια) dalam bahasa Yunani yang berarti a justification (satu pembenaran) atau a defense (satu pembelaan atau pertahanan).[1] Maka apologia atau apologetika dapat diartikan sebagai satu pembelaan terhadap pandangan atau posisi ataupun tindakan-tindakan kita.[2] Jadi, jika dikaitkan dengan iman, maka aplogetika adalah pembelaan atas apa yang kita imani sebagai orang Kristen, yakni pasal-pasal kepercayaan atau pengakuan iman, dan juga ajaran atau doktrin yang kita pegang.

Apakah membela iman Kristen itu perlu? Charles Spurgeon pernah berkata bahwa Alkitab tidak perlu dibela sama seperti seekor singa tidak perlu dibela. Di dalam satu pernyataannya, dia berkata,

 

“Firman Allah dapat menjaga dirinya sendiri, dan akan melakukan hal itu jika kita mengkhotbahkannya, dan berhentilah membelanya. Lihatlah seekor singa. Mereka telah mengurungnya di dalam kandang untuk menjaganya; menutupnya di balik jeruji-jeruji besi untuk mengamankannya dari musuh-musuhnya! Lihatlah bagaimana sekelompok tentara pria telah berkumpul untuk menjaga singa tersebut. Alangkah bisingnya mereka dengan pedang dan tombak mereka. Para pria perkasa ini mau memberikan pembelaan atas seekor singa. Oh orang bodoh dan berat hati! Bukalah pintu itu! Biarkanlah raja hutan itu berjalan dengan bebas. Siapa berani menghadapinya? Apa yang dia butuhkan dari penjagaan anda? Biarkanlah injil yang murni maju di dalam segala kebesarannya yang mirip singa, dan dia akan segera membersihkan jalannya dan akan meredam musuh-musuhnya.”[3]

 

Dari pernyataan tersebut kelihatannya Spurgeon sedang mengecilkan pentingnya apologetika. Namun mungkin maksudnya tidak sampai sejauh itu, karena walupun dia mengatakan bahwa firman Allah tidak perlu dibela, pada saat yang bersamaan dia menyerukan pemberitaan injil yang sejati, dimana menurut dia, injil sejati yang diberitakan akan membela dirinya sendiri. Maka di sini sebenarnya Spurgeon tidak menghapus sama sekali elemen apologetika, karena saat kita memberitakan injil yang murni maka pembelaan atau apologetika muncul dengan sendirinya. Tetapi memang ada banyak yang beranggapan bahwa Spurgeon anti terhadap apologetika melalui pernyataannya di atas.

Terlepas dari apakah Spurgeon mengecilkan peran apologetika ataukah dia tak bermaksud seperti itu dan hanya ingin menekankan kekuasaan dari firman Allah yang murni, sejatinya banyak orang percaya yang meremehkan apologetika karena bagi mereka, apologetika isinya hanya perdebatan yang tidak ada habisnya. Memang benar bahwa apologetika akan menimbulkan perdebatan, karena jika seseorang mempertanyakan posisi atau kepercayaan kita, maka kita akan memberikan penjelasan-penjelasan atau pembelaan-pembelaan, dan setelahnya, pertanyaan-pertanyaan lain akan bermunculan dan pembelaan-pembelaan akan datang kembali. Dengan demikian debat tidak terhindarkan.   

Pernah seseorang bertanya kepada saya di facebook, “Debat itu haruskah Pak?” Atas pertanyaan itu saya memberikan kepada dia beberapa alternatif: 1) Jika saya jawab harus, lalu anda tak setuju, maka anda akan berdebat dengan saya, mengapa saya bilang harus, dan mengapa anda bilang tidak perlu. Alternatif ini mengharuskan kita berdebat.

2) Jika saya jawab harus, dan anda mengafirmasi (menyetujui) jawaban saya, bahwa debat itu harus, maka poin ini juga mengharuskan adanya debat.

3) Jika saya berkata bahwa debat tidak perlu, lalu anda tidak setuju dan berkata bahwa debat itu perlu, maka kita kembali akan berdebat untuk mempertahankan mengapa saya bilang tak perlu debat, dan mengapa anda bilang debat itu perlu. Poin ini sekali lagi mengharuskan adanya debat.

4) Jika saya berkata bahwa debat itu tidak perlu, lalu kemudian anda mengafirmasi atau menyetujui pernyataan saya, maka minimal kita harus merumuskan poin-poin kita untuk mempertahankan bahwa debat itu tak perlu. Nah, jika orang lain membaca poin-poin kita bahwa debat itu tak perlu dan mereka berseberangan pendapat dengan kita, lalu mempertanyakan poin-poin kita, maka kita harus memberikan pembelaan atas poin-poin kita mengenai mengapa debat tak perlu. Lagi-lagi kita terjerumus dalam debat! Maka, alternatif terakhir ini pun mengharuskan adanya debat.

Kesimpulan: hanya orang bebal yang mengatakan debat tak perlu sembari berdebat untuk mempertahankan pendapatnya bahwa debat itu tak perlu.

Perdebatan tidak harus selalu menghasilkan kebencian jika perdebatan dilakukan dengan bermutu dalam arti bahwa argumen yang berbobot juga mendapatkan balasan yang sama bobotnya. Dengan semangat semacam ini, maka kita dapat berharap bahwa dalam perdebatan tersebut, pihak lawan kita akan mengubah pandangannya yang salah. Apakah pandangan yang salah itu? Sejatinya adalah semua pandangan yang berseberangan dengan ajaran Alkitab. Maka, di dalam lingkaran Kristen sendiri juga perlu adanya perdebatan agar mereka yang menafsirkan Alkitab dengan tidak sebagaimana mestinya boleh berubah dan boleh selaras dengan kebenaran yang alkitabiah. Dengan demikian, tugas apologetika Kristen mempunyai dua sisi, yakni keluar; apologetika terhadap orang-orang non-Kristen, dan ke dalam; apologetika terhadap orang-orang Kristen yang menafsirkan Alkitab secara salah. 

Perdebatan di dalam Alkitab

Adakah landasan alkitabiah bagi perdebatan di dalam memberikan pembelaan atas iman? Tampaknya perdebatan tidak asing di dalam Alkitab. Seorang pemberita injil yang bernama Apolos, dikatakan tidak henti-hentinya berdebat dengan orang-orang Yahudi untuk membuktikan bahwa Yesus adalah mesias (Kis. 18:28). King James Version menerjemahkannya seperti ini, “for he vigorously refuted the Jews publicly, showing from the Scriptures that Jesus is the Christ.” Kata-kata bercetak tebal adalah penekanan dari saya. Perhatikan kata-kata itu, refuted dan publicly. Kata yang pertama memiliki arti “membuktikan bahwa seseorang itu salah.” Di dalam bahasa aslinya digunakan kata διακατηλέγχετο yang berarti “dia sedang berdebat” (he was refuting). Dan kata yang kedua memiliki arti “secara terbuka” atau “secara publik.” Ini berarti bahwa pembelaan iman yang dilakukan oleh Apolos dalam rangka membuktikan bahwa Yesus adalah mesias dilakukan secara terbuka (di ruang publik). Tak sulit bagi kita untuk memahami, bahwa membuktikan pendapat seseorang sebagai salah, pasti melibatkan adu argumentasi atau perdebatan.

Kisah Para Rasul juga mencatat bagaimana rasul Paulus bertukar pikiran dengan orang-orang Yahudi serta juga dengan orang-orang Epikuros dan Stoa (Kis. 17:17-18). Istilah “ia bertukar pikiran” di ayat 17, di dalam bahasa aslinya adalah διελέγετο yang berarti “dia sedang berargumen” (he was reasoning).

Bukan hanya Paulus, Yesus Kristus sendiri sering berdebat dengan orang-orang Yahudi di dalam pelayananNya selama berada dalam dunia ini. Satu contoh perdebatan yang dilakukan oleh Kristus terdapat di dalam Yohanes 8:12-59. Sering perdebatan yang terjadi antara Dia dengan orang-orang Yahudi berlangsung dengan sangat singkat oleh karena ketepatan Kristus di dalam membaca dan mengetahui motif mereka. Misalnya yang terjadi dalam Matius 22:15-22, dimana orang-orang Yahudi ingin menjebak Dia di dalam hal membayar pajak. NamunYesus menutup mulut besar mereka hanya dengan beberapa kalimat (lih. ay.  17-22). Demikian juga yang terjadi dalam Yohanes 8:3-9, dimana mereka ingin menjerat Yesus berkenaan dengan seorang perempuan yang kedapatan berzinah. Namun Yesus membungkam mereka hanya dengan satu pernyataan (ay. 7). Hal yang mirip juga terjadi dalam Matius 21:23-27, dimana imam-imam kepala dan tua-tua bangsa Yahudi menanyakan kuasa yang dimiliki Yesus saat Dia melakukan pekerjaan-Nya. Hal semacam ini kita masih jumpai di bagian-bagian yang lain dari Kitab Injil.

Mereka yang beranggapan bahwa berdebat itu tidak bermanfaat serta hanya memunculkan sakit hati dan kebencian gagal melihat bahwa perdebatan di dalam Alkitab terutama di dalam hal pemberitaan firman Allah menempati peran yang penting. Intinya, ketika kita memberitakan kebenaran, lalu pertanyaan-pertanyaan dan keberatan-keberatan akan isi pemberitaan tersebut bermunculan, maka mau atau tidak mau kita harus menjawab, memberikan klarifikasi, dan juga pembelaan.

1Petrus 3:15 biasanya digunakan sebagai dasar alkitabiah bagi apologetika Kristen. Namun saya perlu tambahkan dengan ayat 16. Ayat-ayat itu berkata, “Tetapi kuduskanlah Kristus di dalam hatimu sebagai Tuhan! Dan siap sedialah pada segala waktu untuk memberi pertanggungan jawab kepada tiap-tiap orang yang meminta pertangggungan jawab dari kamu tentang pengharapan yang ada padamu, tetapi haruslah dengan lemah-lembut dan hormat dan dengan hati nurani yang murni, supaya mereka, yang memfitnah kamu karena hidupmu yang saleh dalam Kristus, menjadi malu karena fitnahan mereka itu.”

Mengacu kepada kedua ayat di atas, maka hal-hal penting yang harus kita perhatikan saat berapologetika adalah: 1) Menguduskan Kristus sebagai Tuhan dalam hati kita. Apa maksudnya? Ini berarti bahwa Tuhan Yesus Kristus haruslah bertakhta di dalam hati kita. Hati adalah pusat jiwa (band. Ams. 4:23; Mrk. 7:21-23) dan oleh karenanya seluruh motif dan pikiran kita berasal dari sana. Jika Yesus bertakhta di sana, maka apa pun yang keluar dari sana (yang kita kerjakan) pasti untuk kemuliaan Tuhan dan bukan untuk diri. Karena itu, apologetika yang kita kerjakan haruslah apologetika bagi kemuliaan Allah dan bukan untuk menampilkan kefasihan berbicara atau kepintaran kita berargumen.

2) Bersiap sedia setiap waktu untuk memberikan pertanggungan jawab. Ini berarti bahwa tugas apologetika bukanlah satu pilihan. Jika penginjilan harus atau wajib dilakukan, maka demikian juga dengan apologetika. Dan, justru penginjilan yang sejati harus diimbangi dengan apologetika yang memadai, karena saat kita memberitakan injil maka pertanyaan-pertanyaan berkenaan dengan pemberitaan kita juga akan bermunculan.

3) Tugas apologetika dilakukan dengan lemah-lembut dan hormat dan dengan hati nurani yang murni. Dengan lemah lembut berarti dilakukan dengan cinta kasih. Maka apologetika tidak bertujuan untuk menimbulkan pertengkaran dan berusaha memenangkan pertengkaran tersebut, tetapi bertujuan untuk membawa seseorang kepada kebenaran melalui sarana diskusi, bertukar pikiran, dan berdebat namun di dalam cinta kasih.

Dengan hormat berarti bahwa kita harus melakukan tugas apologetika dengan satu sikap menghargai terhadap mereka yang meminta pertanggungan jawab dari kita. Kita tak boleh memandang mereka sebagai lebih rendah dari kita dan kemudian memberikan jawaban yang terkesan merendahkan atau meremehkan.

Dengan hati nurani yang murni berarti bahwa kita harus lakukan semua tugas apologetika kita dengan suci dan bersih. Di sini, penggunaan kata-kata kasar atau kata-kata makian tidak dapat dibenarkan. Kata-kata yang keras (yang bukan makian yang kasar atau umpatan) dapat dibenarkan hanya pada situasi dan saat-saat tertentu. Misalnya, tidak ada salahnya menyatakan bahwa argumen lawan debat kita sebagai argumen yang bodoh jika memang argumennya benar-benar bodoh. Tetapi pada saat apa dan situasi seperti apa, harus benar-benar dipertimbangkan. Jika semua pembelaan kita lahir dari kesucian hati dan hidup kita, maka mereka yang memfitnah kita akan malu dan menutup mulut mereka (band. ay. 16). (Dicuplik dari buku Apologetika Kristen karya Muriwali Yanto Matalu, hlm. 9-14)

 

 

 

  

   

Top of Form

Bottom of Form

 

 



[1] Lihat Webster’s Dictionary (New York: Pamco Pub. Company, 1992), 47.

[2] Band. Merriam-Webster Dictionary, https://www.merriam-webster.com/dictionary/apologia (diakses 26 Maret 2018).

[3] Dikutip dan diterjemahkan dari: themajestymen.com/Charles-spurgeon-gospel-lion-quote/ (diakses 26 Maret 2018).

 

Komentar

  1. Nasihat yang Mulia

    بِسۡمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحۡمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ

    Dengan Nama ALLĀH yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang

    Dari Abu 'Abdillah, Hamba ALLĀH.

    وَٱلسَّلَٰمُ عَلَىٰ مَنِ ٱتَّبَعَ ٱلْهُدَىٰٓ⁠

    Keselamatan atas siapa yang mengikuti petunjuk.

    فَٱعۡلَمۡ أَنَّهُۥ لَآ إِلَٰهَ إِلَّا ٱللَّهُ وَٱسۡتَغۡفِرۡ لِذَنۢبِكَ

    Maka ketahuilah, bahwa tidak ada ILAH (yang berhak diibadahi dengan benar) kecuali hanyalah ALLĀH, dan mohonlah ampunan kamu atas dosamu

    Dan saya menyeru kepadamu untuk beribadah hanya kepada ALLĀH satu-satunya tidak ada sekutu bagi-Nya.

    قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ تَعَالَوْا إِلَىٰ كَلِمَةٍ سَوَاءٍ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَلَّا نَعْبُدَ إِلَّا اللَّهَ وَلَا نُشْرِكَ بِهِ شَيْئًا وَلَا يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا أَرْبَابًا مِّن دُونِ اللَّهِ

    Wahai orang-orang Ahli Kitab, Marilah (kita) menuju pada satu kalimat (pegangan) yang sama antara kami dan kalian, yakni bahwa kita tidak beribadah kecuali hanya kepada ALLĀH dan kita tidak akan mempersekutukan dengan-Nya suatu apapun, dan kita tidak menjadikan satu sama lain robb-robb selain ALLĀH.

    Dan ketahuilah bahwa agama yang terdapat ajaran kebenaran dan kebaikan hanyalah Islam.

    إِنَّ ٱلدِّينَ عِندَ ٱللَّهِ ٱلۡإِسۡلَٰمُ

    Sesungguhnya agama di sisi ALLĀH adalah Islam.

    Agama selain Islam, di dalamnya terdapat penyimpangan terhadap kebenaran dan terdapat ajaran kesyirikan dalam peribadahan. Dan sesungguhnya kesyirikan itu adalah kedzoliman yang sangat besar.

    Oleh sebab itu, masuklah engkau ke dalam Islam, niscaya engkau akan selamat.

    وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْأِسْلامِ دِيناً فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ

    "Barangsiapa mencari selain Islam sebagai agama, maka sekali-kali tidaklah akan diterima darinya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi."

    BalasHapus
  2. Perhatikanlah ayat ini
    يَٰٓأَهۡلَ ٱلۡكِتَٰبِ لَا تَغۡلُواْ فِي دِينِكُمۡ وَلَا تَقُولُواْ عَلَى ٱللَّهِ إِلَّا ٱلۡحَقَّۚ إِنَّمَا ٱلۡمَسِيحُ عِيسَى ٱبۡنُ مَرۡيَمَ رَسُولُ ٱللَّهِ وَكَلِمَتُهُۥٓ أَلۡقَىٰهَآ إِلَىٰ مَرۡيَمَ وَرُوحٌ مِّنۡهُۖ فَـَٔامِنُواْ بِٱللَّهِ وَرُسُلِهِۦۖ وَلَا تَقُولُواْ ثَلَٰثَةٌۚ ٱنتَهُواْ خَيۡرًا لَّكُمۡۚ إِنَّمَا ٱللَّهُ إِلَٰهٌ وَٰحِدٌ سُبۡحَٰنَهُۥٓ أَن يَكُونَ لَهُۥ وَلَدٞۘ لَّهُۥ مَا فِي ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَمَا فِي ٱلۡأَرۡضِۗ وَكَفَىٰ بِٱللَّهِ وَكِيلًا
    [Surat An-Nisa': 171]

    Wahai Ahli Kitab! Janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu, dan janganlah kamu mengatakan terhadap ALLĀH kecuali yang benar. Sungguh, Al-Masih Isa putra Maryam itu, adalah utusan Allāh dan kalimat-Nya yang Dia menyampaikannya kepada Maryam, dan ruh dari-Nya. Maka berimanlah kepada ALLĀH dan rasul-rasul-Nya dan janganlah kamu mengatakan, “Trinitas,” berhentilah (dari ucapan itu). (Itu) lebih baik bagimu. Sesungguhnya ALLĀH adalah ILAH yang Maha Esa, Mahasuci Dia dari (anggapan) mempunyai anak. Milik-Nyalah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Dan cukuplah ALLĀH sebagai Pemelihara atas segala sesuatu

    Sebenarnya dalam ayat tersebut telah terdapat banyak bantahan mengenai dogma umum dalam iman Kristen. Mulai dari menuhankan Nabi Isa, mengatakan Allah mempunyai anak, dan doktrin trinitas, semuanya dibantah dalam ayat di atas.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Profil Muriwali Yanto Matalu (MYM)

Muriwali Yanto Matalu (MYM) adalah seorang penulis serta pendiri dan ketua Yayasan Gerakan Kebangunan Kristen Reformed (GKKR), juga p endeta di Gereja-Gereja Reformasi di Indonesia (GGRI).  Saat ini sedang riset Ph.D. dalam bidang teologi sistematika di Theologische Universiteit Utrecht (dulu namanya TU Kampen), Belanda. Supervisors: Prof. Dr. Hans Burger, Prof. Dr. A.L. Th. (Ad) de Bruijne (Theologische Universiteit Utrecht), Prof. Dr. Joke Van Saane (Vrije Universiteit Amsterdam). Subyek: “Emotions in the Thought of Jonathan Edwards and Sarah Coakley: A Comparison.” Menyelesaikan S1 teologi di STT Salem, Malang, 2006.  Menyelesaikan M.A. dalam bidang teologi (Master of Intercultural Reformed Theology – MIRT) di Theologische Universiteit Utrecht, Belanda, 2016. Articles in Journals: 1. "The Significance of the Propositional Truths in Christian Faith." Verbum Christi   Vol. 3, No. 1 (2016): 71-89. 2. "The Significance of the Van Tillian Method in Apologetics w

Apa Itu GKKR?

GKKR (Gerakan Kebangunan Kristen Reformed) dimulai oleh Muriwali Yanto Matalu beberapa bulan sebelum menyelesaikan program sarjana teologi di STT SALEM Malang, tepatnya pada tanggal 6 Maret 2006. Gerakan ini adalah satu gerakan kebangunan teologi sistematika dan apologetika Reformed yang dikombinasikan dengan penginjilan, kebangunan rohani, dan mandat budaya. GKKR adalah yayasan berbadan hukum dan terdaftar di Kemenkumham. VISI & MISI Kami melihat bahwa kondisi Kekristenan saat ini baik di dalam iman sejati, pengetahuan akan kebenaran firman, maupun kehidupan moralnya, sungguh sangat menurun. Teologi Liberal masih bercokol di dalam gereja-gereja tertentu dan penekanan pada emosi secara ekstrim di dalam Gerakan Kharismatik menghasilkan kekacauan doktrin sehingga melemahkan iman Kristen yang sejati. Bangkitnya Gerakan Zaman Baru ( New Age Movement ) yang bersifat panteis, yakni percaya bahwa segala sesuatu adalah allah, dan filsafat postmodern yang memaksa kemutlakan kebenaran Alla

Pembelaan Terhadap Doktrin Tritunggal

Oleh: Muriwali Yanto Matalu Makalah ini disajikan di dalam acara Dialog Lintas Agama yang diadakan pada hari Sabtu, 8 Maret 2014, di Universitas Widya Gama Malang. Tema: Menguji Keabsahan Teologis antara Tauhid dan Tritunggal. PENDAHULUAN Pertama-tama saya akan menyatakan posisi saya di dalam dialog ini, bahwa dialog semacam ini hanya bermanfaat jika kita lakukan dengan satu prinsip yang benar. Prinsip itu adalah prinsip toleransi. Apakah toleransi itu? Penganut paham pluralisme baik dari pluralisme Kristen atau Islam atau Hindu dan Budha, mengatakan bahwa semua agama adalah sama. Jika semua agama sama maka marilah kita tidak usah ribut-ribut dan marilah kita bekerja sama. Inilah toleransi bagi mereka. Namun toleransi semacam ini saya tolak dengan tegas. Ini bukan toleransi, tetapi satu kompromi yang mengorbankan dan bahkan memperkosa hakekat masing-masing agama. Islam menegaskan Tauhid. Kristen percaya kepada Allah Tritunggal. Hindu meyakini Brahman (pada hakekatnya perjuang